1. Riwayat Aisyah r.a
“Aisyah r.a. berkata: Sesungguhnya Rasululloh SAW apabila mandi janabat (mandi besar), memulai dengan membasuh kedua tangannya, lalu membasuh kemaluannya dengan tangan kiri, kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, lalu menggosok-gosok kulit kepalanya hingga basah, kemudian mencucurkan air tiga kali pada kepalanya, lalu ke seluruh tubuhnya.” (H.R. Bukhari-Muslim)
2. Riwayat Maimunah r.a., isinya hampir serupa dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Perbedaannya adalah MENGGOSOK-GOSOKKAN TANGANNYA KE TANAH. Hadits lengkapnya adalah sebagai berikut,Maimunah berkata, “Aku pernah meletakkan (dalam satu riwayat lain : menuangkan) air untuk Rasulullah untuk dipakai mandi [janabah, 1/ 68] [dan aku menutupnya]. Beliau lalu membasuh kedua tangannya dua atau tiga kali, kemudian menuangkan air [dengan tangan kanannya] atas tangan kirinya, lalu beliau membasuh kemaluan: dan apa-apa yang ada di sekitarnya yang terkena kotoran. Beliau lalu menggosok-gosokkan tangannya dengan tanah (dan dalam satu riwayat: menggosokkannya ke dinding, 1/70; dalam riwayat lain: dengan tangan atau dinding, 1/71 dan 72) [sebanyak dua atau tiga kali] [kemudian mencucinya], lalu berkumur-kumur, mencuci hidungnya dengan air, membasuh wajah dan kedua tangannya [dan membasuh kepalanya tiga kali 1/71], (dalam satu riwayat: berwudhu seperti wudhunya untuk shalat, hanya saja tidak membasuh kakinya, 1/68), kemudian menyiramkan air ke seluruh tubuhnya, lalu bergerak dari tempatnya dan mencuci kedua kakinya, [kemudian dibawakan sapu tangan kepada beliau, tetapi beliau tidak menggunakannya untuk mengusap tubuhnya (dalam satu riwayat: lalu aku bawakan penyeka/handuk, tapi beliau memberi tanda begini, yang maksudnya beliau tidak memerlukannya), (dalam riwayat lain: lalu aku bawakan kain, tetapi tidak beliau ambil, beliau malah mengibaskan {sisa-sisa air di tubuhnya} dengan kedua tangannya.)].”
Hadits di atas diambil dari Shahih Bukhari di kitab mandi.
Jadi, secara garis besar, berdasar kedua riwayat di atas, urutan mandi besar adalah:
1. Membasuh kedua tangan,
2. Membasuh kemaluan dengan tangan kiri (tangan kanan mengguyur air ke bagian kemaluan),
3. (Optional) Menggosok-gosokkan tangannya ke tanah,
4. Berwudhu seperti biasa,
5. Membasuh kepala (hingga basah merata di kepala), dan
6. Membasuh seluruh badan.
Untuk perempuan yang berambut panjang dan ikal/lebat, poin (5) akan dirasa menyulitkan karena akan membuat rambut mereka susah kering. Bahkan untuk beberapa perempuan, rambut yg basah akan membuat mereka sakit kepala. Lantas bagaimana solusinya? Ternyata Rasululloh SAW memberi keringanan, dengan cara mengikat rambutnya lalu mencucurkan air di atas kepalanya tiga kali, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat berikut, “Kata Ummi Salam r.a., saya pernah bertanya kepada Rasululloh SAW: “Ya Rasululloh, saya wanita yang berambut panjang dan lebat, apakah saya harus membuka ikatan rambut saya? Nabi SAW menjawab: “Tidak perlu, cucurkan tiga gayung air pada kepalamu, itu sudah cukup.” (H.R. Muslim)
Lalu, siapa yg mesti saya ikuti? Aisyah r.a atau Maimunah r.a? Tidak perlu saling menyalahkan, ikuti saja salah satu, yang membuat anda mantap. Insya ALLOH keduanya benar, karena didasari hadits yg shahih.
Semoga artikel ini bermanfaat.
sumber by http://tausyiah275.blogsome.com/2007/07/26/tata-cara-mandi-besar/
Berkarya teruusss…….
Komentar oleh irham — September 7, 2008 @ 10:21 pm
Tidak mungkin ada kasus: sahur –> shalat subuh –> behubungan suami-istri, karena setelah subuh asudah masuk waktu berpuasa dan haram melakukan hubungan-suami istri ketika berpuasa.
Tapi dalil-dalil di atas tidak ada yg menjelaskan jika kasusnya spt ini: makan sahur –> shalat subuh –> tidur dan mimpi basah –> bangun –> wajibkah mandi junub krn junub akibat mimpi basah di saat berpuasa???Jadi masih timbul pertanyaan di diriku, apakah mandi junub pada saat hendak berpuasa itu wajib karena puasa atau wajib karena harus shalat subuh??
Mohon pencerahaannya, Pak Ulama.
Komentar oleh Ananda Putra — September 14, 2008 @ 11:20 pm
Komentar oleh muslim — September 16, 2008 @ 8:54 am
Saya bukan ustadz ataupun ulama, cuma saya mau kasih pendapat saya. Wanita haid tidak boleh puasa menurut saya karena alasan kesehatan. Saya sering lihat adik perempuan saya kesakitan ketika haid. Lagi pula, kalau hukumnya dari Allah SWT sudah spt itu ya gak usah ditanyakan lagi, laksanakan saja, itu berkah dari Allah SWT. Ya gak, ustadz Fahmi?
Komentar oleh Ananda Putra — September 16, 2008 @ 10:39 am
Komentar oleh aril — September 26, 2008 @ 7:59 pm
Komentar oleh yatimah — January 13, 2009 @ 1:13 pm
Komentar oleh Ui — September 11, 2009 @ 6:06 am
Alhamdulillah….akhirnya terang benderang juga.
Komentar oleh Galang — August 7, 2010 @ 8:10 amJazakallahu khair….
Komentar oleh pecoss42 — August 14, 2010 @ 11:02 pm
Komentar oleh nonot — August 15, 2010 @ 2:35 am
komentar oleh mellda — August 18, 2010 @ 8:46 pm
mohon segera dibalas.. thx
Komentar oleh yusuf — August 20, 2010 @ 7:51 am
Komentar oleh yusuf — August 20, 2010 @ 7:59 am
saya hanya ingin menambahkan pertanyaan mas Yusuf di atas…
apakah hukumnya jika kita secara sengaja tidak menyegerakan mandi junub?…apakah puasa kita tetap sah?
Komentar oleh Hendra — August 21, 2010 @ 1:40 pm
Komentar oleh Indah — August 22, 2010 @ 6:55 am
Komentar oleh risma — August 29, 2010 @ 11:43 pm
Komentar oleh udin — May 19, 2011 @ 9:23 am
Mksh pa ustadz atas tulisan yg brmanfaat..
Komentar oleh guntur — August 2, 2011 @ 10:28 amIjin copas yh
Mksh
Wslm wr wb
saya mau tanya pak ustadz,,,apabila telah berhubungan intim dengan suami trs ketiduran,pas adzan subuh baru mandi itu gimana pak? terus belum baca niat puasa gimana puasanya itu pak..cm semalem niat pengen saur jam 3 trs ketiduran,gimana puasanya…
terima kasih
wassalamualaikum wr wb
Komentar oleh efa — August 8, 2011 @ 7:41 pm
makasih pak ustad artikelnya bermanfaat
Komentar oleh sugiarto — August 11, 2011 @ 2:51 pmmohon ijin copas yah
maksih
walaikum salam
sumber http://tausyiah275.blogsome.com/2008/09/05/mandi-junub-dan-shaum-ramadhan/